KAWAH PUTIH Ciwidey Bandung

>> Rabu, Mei 27, 2009














Pemandangan Kawah putih (foto: arie saksono)

Wilayah Kabupaten Bandung memiliki banyak tempat wisata yang menawarkan pemandangan yang indah beserta legenda-legenda yang menarik. Salah satunya adalah Kecamatan Ciwidey yang berada di selatan Kabupaten Bandung. Di kawasan ini terdapat satu objek wisata yang menarik yaitu Kawah Putih.

Kawah Putih adalah sebuah danau kawah dari Gunung Patuha dengan ketinggian 2.434 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 8-22°C. Di puncak Gunung Patuha itulah terdapat Kawah Saat, saat berarti surut dalam Bahasa Sunda, yang berada di bagian barat dan di bawahnya Kawah Putih dengan ketinggian 2.194 meter di atas permukaan laut. Kedua kawah itu terbentuk akibat letusan yang terjadi pada sekitar abad X dan XII silam. Kawah Putih ini terletak sekitar 46 km dari Kota Bandung atau 35 km dari ibukota Kabupaten Bandung, Soreang, menuju Ciwidey.















Danau Kawah Putih (foto: arie saksono)

Legenda Kawah Putih

Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati.

Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih.

Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey yang langsung berada di bawah penguasaan militer Jepang.

Di sekitar kawasan Kawah Putih terdapat beberapa makam leluhur, antara lain makam Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha yakni Puncak Kapuk, konon merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Konon, di tempat ini terkadang secara gaib terlihat sekumpulan domba berbulu putih yang oleh masyarakat disebut domba lukutan.














Air danau Kawah Putih yang dapat berubah warna (foto: arie saksono)

Danau Kawah Putih memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Air di danau kawahnya dapat berubah warna, kadangkala berwarna hijau apel kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, terkadang pula berwarna coklat susu. Paling sering terlihat airnya berwarna putih disertai kabut tebal di atas permukaan kawah. Selain permukaan kawah yang berwarna putih, pasir dan bebatuan di sekitarnya pun didominasi warna putih, oleh karena itu kawah tersebut dinamakan Kawah Putih.

Menuju ke Kawah Putih

Sejak tahun 1987 PT. Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten mengembangkan kawasan Kawah Putih ini menjadi sebuah objek wisata. Untuk tiket masuk areal objek wisata Kawah Putih, setiap orang dikenakan biaya Rp 10.000,00, sudah termasuk premi asuransi. Objek wisata Kawah Putih dibuka mulai pukul 07.00 dan tutup pada pukul 17.00, setiap hari Senin sampai dengan Minggu. Fasilitas bagi pengunjung di sekitar Kawah Putih sudah cukup memadai dengan adanya areal parkir, transportasi transit menuju kawah, pusat informasi, mushala, dan warung-warung makanan.

Untuk menuju ke sana, pengunjung dari Jakarta dapat melewati tol Cipularang terus menuju pintu keluar tol Kopo menuju Soreang ke arah selatan ke kota Ciwidey. Sekitar 20 – 30 menit dari kota Ciwidey terlihat tanda masuk menuju gerbang masuk objek wisata Kawah Putih yang ada di sebelah kiri jalan. Untuk menuju Kawah Putih dari gerbang masuk kawasan objek wisata Kawah Putih disarankan menggunakan kendaraan, jangan berjalan kaki karena jalan yang agak menanjak dan cukup jauh, yaitu sekitar 5,6 km atau sekitar 10 – 15 menit dengan kendaraan. Kendaraan pribadi dapat langung menuju tempat parkir luas yang tersedia tidak jauh dari kawah. Sementara pengunjung dengan rombongan besar yang menggunakan bis, atau transportasi umum dapat menggunakan kendaraan khusus yang ada di areal parkir dekat gerbang masuk untuk mencapai kawah dari pintu masuk. Kondisi jalan yang kecil dan menanjak tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan jenis bis besar maupun sedang.

Transportasi umum menuju Ciwidey dari Bandung dapat ditemui di Terminal Kebun Kalapa maupun Leuwi Panjang. Setelah sampai di Kota Ciwidey maka perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan pedesaan tujuan Situ Patengan. Angkutan pedesaan yang menuju Situ Patengan ini melintasi objek-objek wisata yang ada di kawasan Ciwidey yaitu Perkebunan Strawberry, Kawah Putih, Ranca Upas, & kolam renang air panas Cimanggu. Untuk dapat menjelajahi dan menikmati keindahan alam kawasan Ciwidey dan sekitarnya rasanya tidak cukup hanya satu hari.

Sumber : http://ariesaksono.wordpress.com

Read More-->>

Peta Jogja / Yogyakarta

>> Sabtu, Mei 23, 2009

yogyakarta / jogja map

Wisata Jogja / Yogyakarta

Read More-->>

CANDI BOROBUDUR

>> Jumat, Mei 22, 2009













Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.












Arca Budha Candi Borobudur dan Bukit Manoreh
courtesy ©2008 Renee Scipio

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x 123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat.
Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka.
Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula relief-relief cerita jātaka. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).













Salah satu relief pada Candi Borobudur ©2009 arie saksono

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini. Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi. Desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih dapat dikunjungi.

Sejarah Candi Borobudur
Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.
Pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.

Nama Borobudur
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit.
Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.

Pembangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.

Materi Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.

Misteri seputar Candi Borobudur
Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan?. Gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas? masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmiah, terutama tentang ruang yang ditemukan pada stupa induk candi dan patung Budha, di pusat atau zenith candi dalam stupa terbesar, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Adibuddha yang tidak sempurna yang hingga kini masih menjadi misteri.








Sir Thomas Stamford Raffles

Kronologis Penemuan dan pemugaran Borobudur
• 1814 – Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
• 1873 – monografi pertama tentang candi diterbitkan.
• 1900 – pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
• 1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
• 1926 – Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
• 1956 – pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
• 1963 – pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
• 1968 – pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
• 1971 – pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
• 1972 – International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
• 10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
• 21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
• 1991 – Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
©2008 arie saksono

Sumber:
• Soekmono, R. DR., Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1973.
• Ismail Kusmayadi, “Harta Karun Itu Bernama Candi Borobudur”, Pikiran Rakyat Cyber Media, Sabtu, 02 Juli 2005.
• Soekmono, R. DR., Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia , Jakarta: Pustaka Jaya, 1978.
• http://ariesaksono.wordpress.com

Read More-->>

Gajah dan Jerapah

>> Jumat, Mei 08, 2009

Bro : Cuy... Aku punya pertanyaan nih... Jawabannya simpel aja ya... Bagaimana caranya memasukan gajah kedalam kulkas ??
Cuy : Dipotong - potong dulu baru dimasukan kulkas !!??
Bro : Ahhh... Kelamaan itu !!
Cuy : Trus gimana ???
Bro : Buka pintu kulkas, masukan gajahnya, pintu ditutup... Gitu aja gampang kan...??
Nah sekarang kalau caranya memasukan jerapah kedalam kulkas gimana ??
Cuy : Ya sama donk... Buka pintu kulkas, masukan jerapahnya, pintu ditutup... Gitu kan ??
Bro : Salah....
Cuy : Gimana donk ???
Bro : Yang bener... Buka pintu kulkas, keluarkan gajahnya, masukkan jerapahnya, pintu ditutup... kan didalam kulkas masih ada gajah !!!
Cuy : ???!!!!

Read More-->>

Kain Kafan

Ucok : Cong,... Kenapa kalau orang meninggal suka di bungkus kain kafan ???
Acong : Ya memang begitu kan syaratnya kalau orang islam !!??
Ucok : Ya... Itu salah satunya... Tapi ada alasan yang lainnya juga lho !!
Acong : Apaan ???!!
Ucok : Karena kalau dibungkus daun pisang nanti dikiranya lemper......

Read More-->>

Rel Kereta Api

A : Bro...... Kenapa di rel kereta api suka dikasih batu kerikil??..
B : Kenapa ya....??
Biar ga becek kali ya........
A : Salah!! Pikir dulu....
B : Ga tau ah... Nyerah aja deh....
A : Ahh... Dasar kamu tulalit
Begini ya.... Kenapa rel kereta api dikasih batu kerikil....
Karena Kalau dikasih batu besar nanti keretanya ga bisa lewat!!!

Read More-->>
Blog Widget by LinkWithin

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP